Popular Post

Pengunjung

ARSIP

  • Breaking News
    Loading...
    Jumat, 14 Desember 2012

    Cak Nun Tolak Istilah Hari Jadi Jombang, Rekomendasikan istilah “Tetenger atau Tengoro”

    Suasana Diskusi Sosialisasi Penelusuran Hari Jadi Jombang
    Proses penelusuran dan penentuan Hari Jadi Kabupaten Jombang  pada(12/12/12)memasuki sosialisasi hasil penelitian Tim Puslit Arkenas. Sosialisasi yang  dibuka oleh Drs. Widjono Soeparno MSi, wakil Bupati Jombang di ruang Bung Tomo Kantor Pemkab Jombang tersebut dihadiri oleh Budayawan Emha Ainun Najib (Cak Nun) dan mantan KSAL Slamet Subijanto.

    “Kedatangan saya ini nantinya jangan sampai membuyarkan rembug dan pencarian bersama hari jadi Jombang yang  sudah cukup lama, jangan sampai nanti terikat dengan apa yang saya kemukakan ,  saya akan membuka jendela yang lebar”, tutur Emha Ainun Najib mengawali pembicaraannya.

    Untuk masuk pada pembicaraan yang  lebih dalam,  Cak Nun mengajak peserta sosialisasi yang hadir untuk menata mindset dan mencari tau apa original yang dimiliki nenek moyang kita yaitu Jawa. “Kita ini Jawa lho… , dan Jawa Jombang lagi. Aku tidak masalah dengan keputusan hari jadi Jombang, tapi aku mempunyai harga diri Jombang yang nemen (tinggi) yang saya bawa kemana-mana”, tandas Cak Nun.

    Cak Nun mengungkapkan bahwa karakter Orang Jombang itu berbeda dengan yang lain, orang Jombang Itu  gak gampang  bisa dibohongi, tidak gumunan (tidak mudah heran).Orang Jombang itu tenang tapi pasti. “Untuk menentukan keputusan ini kita harus tahu bagaimana karakter dasar orang Jombang”, tuturnya.

    Budayawan kelahiran Desa Menturo Sumobito ini mengaku tidak sependapat dengan penentuan Hari Jadi Jombang jika hanya didasarkan pada hasil penelitian arkeologis atau hanya melalui kajian akademis saja. Cak Nun menganggap legenda atau cerita rakyat yang berkembang di Jombang saat ini bisa dimasukkan dalam pertimbangan hasil penelitian. Sebab cerita rakyat itu juga merupakan bagian dari sejarah Jombang yang dapat direkontruksi dan dicari-cari nilai-nilai luhurnya untuk dijadikan pembentuk identitas karakter Jombang. “Jangan sampai Jombang ini jadi ikut-ikutan hanyut dalam kampanye global untuk menyembunyikan sejarah Jawa dan Nusantara. Atau justru mengakui penjajahan yang merendahkan martabat”, tutur Cak Nun.  “ Jombang  ini bukan hanya milik orang sekolahan tapi juga milik semua orang yang hidup di Jombang, jadi semua harus kita akomodasi. Dengan istilah Jowo Di Gowo, Arab Digarap, Barat Diruwat “, tambah nya.

    Karena proses pembentukan Jombang ini bersifat dinamis atau cair. Cak Nun menyampaikan gagasannya agar proses pencarian jati diri Jombang dilakukan secara bertahap melalui tetenger atau tengeran atau tengoro waktu tertentu yang disepakati. "Kalau saya jangan pakai istilah Hari Jadi Jombang , tapi tengoro atau tetenger, misalnya disetiap tahunnya diadakan diskusi  secara mendalam untuk membahas sejarah Mpu Sindok, tahun berikutnya Kerajaan Airlangga  dan sejarah lainnya", ungkapnya.

    Slamet Subijanto mantan KSAL mengakui pentingnya memahami dan menghargai sejarah untuk perbaikan masa depan Jombang. Slamet juga sepakat dengan konsep tetenger atau tengoro atau tengeran yang dilontarkan Cak Nun.

    M. Munif Kusnan Sekdakab Jombang yang menjadi moderator siang itu memberikan kesempatan secara terbuka kepada para peserta yang hadir untuk menyampaikan pendapat dan pandangannya. Hingga acara  sosialisasi berakhir diskusi yang cair tersebut, tidak membuahkan hasil atau keputusan padat penentuan Hari Jadi Jombang.

    “Dalam sosialisasi ini tidak harus menghasilkan penentuan tanggal Hari Jadi Jombang kan, kita masih harus lalui proses kajian yang mendalam, dan tidak harus tergesa-gesa memutuskan sejarah Jombang. Biar masyarakat Jombang yang menilainya”, pungkas Cak Nun yang diakhir acara tersebut juga didaulat memimpin doa.(Wati_SJAM)

    Jombang, 12 Desember 2012
    AM 792 KHz Radio Suara Jombang

    0 komentar:

    Posting Komentar